Sabtu, 07 Juni 2014

Perkembangan perbankan dan ekonomi di indonesia tahun 2014

 — Dalam diskusi dengan pers di Jakarta, Jum’at (17/1), Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardoyo memaparkan kondisi makro ekonomi dan kondisi perbankan di Indonesia.

Diakui Gubernur BI, Agus Marto, suhu politik tahun ini akan naik dan kemungkinan akan berpengaruh negatif terhadap ekonomi, namun BI akan konsisten menjaga stabilitas perekonomian, stabilitas sistem keuangan termasuk menjaga likuiditas perbankan.

“Kita memasuki tahun politik 2014, Bank Indonesia akan konsisten menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan. Stabilitas tetap perlu dikedepankan agar struktur ekonomi menjadi lebih seimbang dan sehat, sehingga menjadi pondasi kuat bagi tranformasi ekonomi kedepan, akan diarahkan pada pengelolaan resiko sistemik, resiko kredit, resiko likuiditas, resiko pasar dan penguatan struktur permodalan, di tahun 2014," kata Gubernur BI, Agus Marto.

"Dari sisi domestik, pertumbuhan ekonomi diperkirakan memasuki fase konsolidasi sehubungan dengan belum rampungnya langkah-langkah untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sustainable. Dari sisi eksternal, konstalasi global akan ditandai dengan terus bergesernya landscape pertumbuhan, dimana ekonomi negara-negara maju semakin baik, sedangkan ekonomi negara berkembang melambat. Kondisi tersebut dapat meningkatkan potensi resiko kredit dan resiko likuiditas di perbankan,” tambahnya.

Gubernur BI Agus Marto menambahkan, BI bekerjasama dengan OJK dan pemerintah,  akan terus memantau pengaruh eksternal dan internal terhadap perekonomian dan perbankan Indonesia tahun ini.

Diingatkan Gubernur BI, Agus Marto, BI juga tetap berjaga-jaga berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi. “Kalau dalam kondisi krisis, kehilangan kepercayaan, terjadi segmentasi di industri perbankan itu juga lazim terjadi. Apalagi untuk perbankan Indonesia, dapat dikatakan 15 sampai 20 bank terbesar menguasai  80 persen daripada total aset perbankan," kata Agus Martowardoyo.

"Nanti yang bank-bank besar cuma bertransaksi di antara yang besar, sedangkan yang kecil nanti mungkin tersegmentasi, nah hal ini juga perlu diawasi untuk meyakinkan keterkaitan antar bank dan dampak likuiditas itu kepada tidak stabilnya sistem keuangan,” tambah Gubernur BI, Agus Marto.

Sejak 1 Januari 2014  OJK resmi mengambil alih beberapa tugas perbankan yang selama ini dilakukan BI, terutama mengawasi seluruh kinerja bank yang ada di Indonesia. Sementara BI fokus pada pengendalian inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga likuiditas perbankan.

Terkait prediksi kondisi ekonomi dan perbankan Indonesia tahun ini, pejabat OJK, Halim Alamsyah berpendapat OJK optimistis ekonomi dan perbankan Indonesia kuat.

“Suhu normal, tidak ada guncangan yang perlu dikhawatirkan. Memang kursnya guncang-guncang, tapi sistem keuangannya ternyata kuat. Jangkar kestabilan kita sebetulnya memang karena sektor keuangan kita kuat,” jelas Halim Alamsyah

kesimpulan:
perkembangan perbankan dan ekonomi di tahun 2014 akan diakibatan kan pengarus negatif atas perkembangan ekoomi di indonesia.
walaupun akan terjadi pengaruh negatif,tapi gubernur BI (BANK INDONESIA) akan menstabilitasikan perkembangan ekonomi.

sumber: :

STATISTIK PERBANKAN INDONESIA

Statistik Perbankan Indonesia (SPI) merupakan media publikasi yang menyajikan data mengenai perbankan Indonesia. SPI diterbitkan secara bulanan oleh Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan Bank Indonesia, untuk memberikan gambaran perkembangan perbankan di Indonesia.

Mulai penerbitan edisi Maret 2012, dilakukan penyempurnaan penyajian SPI agar selaras dengan perubahan Laporan Bulanan Bank Umum yang telah terlebih dahulu diimplementasikan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.10/40/PBI/2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang Laporan Bulanan Bank Umum. Penyempurnaan dimaksud mengakibatkan perubahan penyajian pada beberapa tabel terkait data Bank Umum dan data Perkreditan sedangkan data terkait Bank Syariah serta data Bank Perkreditan Rakyat tidak mengalami perubahan.
Penjelasan lengkap terkait perubahan beberapa tabel Bank Umum dan data Perkreditan dalam rangka penyempurnaan SPI ini, terdapat dalam Matriks Penyempurnaan SPI. Matriks Penyempurnaan SPI dimaksud memetakan tabel-tabel SPI edisi sebelumnya ke dalam SPI Penyempurnaan.
Matriks Penyempurnaan Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
Matriks Rincian Penyempurnaan Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
Data SPI Periode 2006 hingga Februari 2012

Kesimpulan :

Sumber : http://www.ojk.go.id/data-statistik-perbankan-indonesia 

OJK

OJK

Otoritas Jasa Keuangan
BAB 1
Pendahuluan
Pengertian
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.
Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali dirubah, yakni :
  • Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional.
  • Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
  • Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
  • Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.
Harapan penataan melalui UU No.21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan :
  • Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.
  • Agar pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi
Fungsi OJK adalah:
  1. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan
  2. Menjaga stabilitas sistem keuangan
  3. Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang
  4. Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru
Tujuan dalam pembentukan OJK:
  1. Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
  2. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
  3. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
  1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
  2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
  3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
  1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
  • Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
  • Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
  • Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
  • Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:  manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
  • Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
  • Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  • Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
  • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
  • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
  • Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
  • Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
  • Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  • Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  • Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  • Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  • Melakukan penunjukan pengelola statuter;
  • Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  • Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
  • Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
  1. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
  1. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
Menurut para pakar ekonomi:
1.       Menkeu Agus Martowardojo: Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia.
2.       Fuad Rahmany: menyatakan bahwa OJK akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah.
3.       Darmin Nasution: OJK adalah untuk mencari efisiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab, suatu perekonomian yang kuat, stabil, dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan.
4.       Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad: terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga, lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga.
BAB 2
Pembahasan
Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran akhirnya adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu tidak terulang kembali.
Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan membentuk OJK yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK dibidani berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draf pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24 2004 yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Setelah lebih dari tiga tahun akhirnya sidang paripurna DPR pada tanggal 19 Desember 2003 menyelesaikan amandemen Undang-Undang Bank Indonesia. Usulan amendemen ini semula diajukan semasa pemerintahan Presiden Gus Dur. Undang-undang hasil amendemen ini disebut oleh Menteri Keuangan Boediono sebagai undang-undang bank sentral modern. Salah satu masalah krusial yang memperlambat proses amendemen ini adalah menentukan siapa yang berwenang mengawasi industri perbankan. Terjadi tarik ulur yang alot antara Bank Indonesia dan pemerintah yang dalam kaitan ini diwakili oleh Departemen Keuangan. Kompromi yang dicapai akhirnya menetapkan bahwa OJK akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Sebelum diamandemen bunyi ketentuannya adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi OJK) paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002.
Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

Kesimpulan
  • Agar pembentukan Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan kajian-kajian akademis untuk lebih mematangkan konsep dan format lembaga itu sehingga keberadaan OJK benar-benar bermanfaat bagi pembangunan struktur kelembagaan perekonomian nasional.
  • Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang bertugas mengawasi dan menjaga stabilitas keuangan yang pada masa-masa sekarang ini sangat rawan dan beresiko tinggi.
  • Otoritas Jasa Keuangan harus di bangun dengan adanya komunikasi dan koordinasi yang efektif antar lembaga yang terkait.
Diharapkannya dalam pembentukan Otoritas Jasa Keuangan bisa menghindari jalan buntu dari undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR

Sumber :http://dwisetiati.wordpress.com/2012/03/26/otoritas-jasa-keuangan/

Kejahatan Di dunia Perbankan



Kasus BJB

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar Lili Asdjudiredja, menilai kasus Bank Jabar Banten (BJB) yang membawa nama Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan hampir sama dengan kasus Bank Century. "Kasus serupa tersebut perlu segera diselesaikan. Jika ingin memberantas korupsi, sesegera mungkin penegak hukum bertindak," kata Lili saat dihubungi Tempo, Selasa, 26 Februari 2013.

Menurut dia, jika Bank Indonesia sudah menyimpulkan pencairan kredit tersebut tidak memenuhi prosedur, jelas ada penyimpangan. "Harus segera diusut dan ditindaklanjuti oleh KPK," katanya.

Baginya, kejanggalan aliran dana tersebut sangat luar biasa. "
Perusahaan kecil tapi bisa dapat kredit dengan jumlah besar, itu menimbulkan tanda tanya besar," kata Lili.

Pendapat senada disampaikan Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Jawa Barat Herry Mei Oloan. Menurutnya, kasus Bank BJB yang melibatkan sang Gubernur ini perlu segera diaudit. 

Herry menyatakan, tidak tahu kedalaman kasusnya sampai mana. Namun, jika dari cek prosedur ada penyalahgunaan tentu mesti diperiksa pihak berwenang. "Perlu ada transparansi, apakah dalam pencairan dana tersebut ada intervensi gubernur atau tidak," kata Herry.

Pemeriksaan selanjutnya yaitu mengenai aliran dana tersebut. Jika ada uang mengalir untuk kebutuhan kampanye maka ada penyalahgunaan wewenang. "Butuh audit lagi untuk mengecek apakah dana tersebut mengalir untuk kampanye atau tidak," kata Herry.

Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama Sri Ilham Lubis. Dia bakal diperiksa terkait dengan kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan haji tahun 2012-2013 yang menjadikan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka. Ruang kerja Sri di kompleks Kementerian Agama sebelumnya sempat digeledah penyidik KPK.

"Ada tiga orang yang akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SDA. Salah satunya, Sri Ilham Lubis," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Kamis, 5 Juni 2014.

Selain memanggil Sri, KPK juga memanggil Suryo Panilih, Kepala Subdirektorat Dokumen dan Perlengkapan Haji Dalam Negeri, dan Khazan Faozi, mantan Kasubdit Biaya Penyelenggaraan Haji atau staf Sekretariat Direktorat Jenderal Pelayanan Haji dan Umrah. (Baca: 
Dibidik Tersangka, Anggito Kembalikan Uang ke KPK?)

Menteri Suryadharma resmi menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan haji tahun 2012-2013 yang menelan anggaran Rp 1 triliun. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 65 Kitab UU Hukum Pidana. (Baca: 
KPK Incar Suryadharma Ali Sejak Januari Lalu)

Dua pejabat Kementerian Agama mengundurkan diri setelah KPK mengusut kasus tersebut. Pada 30 Mei 2014, Anggito Abimanyu mundur dari jabatan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, menyusul Surya yang lebih dahulu mundur dari jabatan Menteri Agama pada 28 Mei 2014. (Baca: Istri Suryadharma Ali Bantah Nikmati Haji Gratis)

Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Sekretaris Kementerian Agama Abdul Wadud Kasyful Anwar. Abdul bakal diperiksa dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2012-2013 yang menjerat mantan Menteri Agama Suryadharma Ali sebegai tersangka.

Selain Abdul, Kepala Sub-Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Agama Amir Ja'far dan bekas Kepala Bagian Tata Usaha Saefudin A. Syafi'i juga dipanggil KPK. "Ada tiga saksi yang dipanggil hari ini terkait kasus haji. Ketiganya direncanakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SDA," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Senin, 2 Juni 2014. (
Baca: Pegawai Rendahan Dapat Rp 1,3 Miliar)

Pada 22 Mei 2014, Menteri Suryadharma resmi menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Penyelenggaraan haji tahun 2012-2013 yang menelan anggaran Rp 1 triliun. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pada 30 Mei 2014, 
Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Anggito Abimanyu mundur dari jabatannya, menyusul Surya yang lebih dahulu mundur dari jabatan menteri pada 28 Mei 2014.

Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan kasus haji erat kaitannya dengan pelanggaran etika profesi. "Memprioritaskan orang tertentu untuk ikut dalam rombongan haji, padahal orang itu tak berhak, tentu saja salah. Dalam etika profesi penyelenggara negara, jangan mencampuri urusan pekerjaan dengan keuntungan sendiri," katanya.

Korupsi Proyek Stadion Hambalang

Bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan tak ada fasilitas mesin ketik ataupun kompurter di tahanan. Sehingga, Anas terpaksa menulis tangan nota keberatan yang dia bacakan hari ini untuk menyanggah dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

"Saya sudah minta ke KPK tapi tidak disediakan," ujar Anas usai sidang pembacaan nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Jumat, 6 Juni 2014. Nota keberatan yang ditulis Anas terdiri dari 31 lembar halaman ukuran A4 dan ditulis menggunakan tinta biru. (Baca juga: 
Baca Eksepsi Hari Ini, Anas Janji Serang SBY)

Ketika ditanya pewarta pilihan warna tinta biru yang sama dengan warna logo Partai Demokrat itu Anas tersenyum.

"Kebetulan saya memang suka warna biru," ujar Anas. Untuk menyusun nota keberatan itu, Anas membutuhkan waktu dua hari.

Anas didakwa atas penerimaan uang Rp 116,525 miliar dan US$ 5,2 juta dari beberapa proyek pemerintah yang menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Selain itu, ia disebut menerima dua mobil, yakni Toyota Harrier bernomor polisi B-15-AUD senilai Rp 670 juta dan Toyota Vellfire berpelat nomor B-6-AUD seharga Rp 735 juta. 

Juga, dana kegiatan survei pemenangan di Kongres Partai Demokrat sebesar Rp 478.632.230. Jaksa menyebut selama menjadi anggota DPR sejak Oktober 2009-Agustus 2010, Anas mendapat gaji Rp 194 juta lebih dan tunjangan Rp 339 juta. Secara formal, Anas disebut tak memiliki penghasilan lain diluar gaji.

Dalam perkara penerimaan hadiah atau janji, Anas didakwa melanggar Pasal 12 huruf (a) atau (b) atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ia dijerat hukuman penjara maksimal 20 tahun. 

Selain itu, Anas juga dijerat pasal Tindak Pidana Pencucian Uang yakni Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 huruf C Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 Tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (Baca: 
KPK: Obsesi Jadi Presiden, Anas Pakai Dutasari)

sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2013/02/26/063463963/Anggota-Dewan-Desak-Usut-Aher-dalam-Kasus-BJB

kesimpukan :
kasus kasus yang saya posting di blog saya ,kasus terbesar yang membuat keuangan negara menjadi menurun.
indonesia menjadi negara yang terbanyak koruptornya

Teknologi Perbankan Menggunakan Software


teknologi komputer dan telekomunikasi di perbankan (selanjutnya disebut teknologi sistem informasi perbankan dan disingkat TSI Perbankan) merupakan fenomena yang berkembang sangat luas dan cepat di perbankan nasional. Istilah ini mengacu ke ketentuan mengenai penggunaan Teknologi Sistem Informasi (TSI) oleh bank yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Keberhasilan bank akan sangat ditentukan kualitas kinerja TSI, yang akan terus dikembangkan secara luas untuk memenuhi kepentingan bisnis bank dan nasabahnya. Kecenderungan proses otomatisasi ini akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang, seiring dengan perkembangan perbankan nasional sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam menjalankan fungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary).


kesimpulan :
menurut saya perbankan jaman sekarang banyak pekembangan teknologi yang sangat melesat di dunia teknologi jaman sekarang.